" Assalammu'alaikum Wr. Wb. "

" Assalammu'alaikum Wr. Wb. "..." Segala Puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Shalawat serta salam selalu tercurah keharibaan Rasululloh SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan umatnya hingga akhir jaman. Salam Sejahtera dari Keluarga Besar Puji Setiyono " " Semoga Allah selalu mencurahkan kepada Kita Rahmat, Taufiq, Hidayah, Karunia dan Rejeki-NYA serta meningkatkan Iman Taqwa dan Ibadah serta memberi jalan yang terang. " " Bagi yang saat ini sedang sakit semoga segera sembuh, bagi yang sedang dalam kesulitan, semoga segera memperoleh jalan keluar terbaik, lepas dari kesulitannya ". " Tiada yang lebih Indah di Dunia ini selain Jalinan Persaudaraan dan Kasih Sayang, Terimalah blooger (Jalan Menuju Sukses Dunia & Akhirat) Puji Setiyono' ini sebagai Tanda Kasih Sayang dan Jalinan Persaudaraan Kami untukmu Wahai Saudaraku. " " Semoga dengan membaca isi blooger ini, memperoleh khazanah Ilmu yang bermanfaat untuk Dunia dan Akhirat, karena dengan mambacalah, Hikmah itu terkuak, yang kemudian Kita amalkan untuk menuai berbagai Kebajikan dan Kemuliaan disisi Allah SWT. " " Yaa Allah, Anugerahkanlah kepada Kami Ilmu-MU, Rejeki-MU,RahkmatMu, yang tiada habis2nya dan berguna untuk Kehidupan Kami di Dunia ini menuju Syurga-MU, ……“”Amiin””……

Kamis, 17 Februari 2011

Kaitan Dunia dengan Akhirat

Kaitan Dunia dengan Akhirat

Telah kita ketahui bahwa kehidupan manusia tidak terbatas hanya pada kehidupan duniawi yang semu dan sementara saja, akan tetapi ia akan dikembalikan lagi ke kehidupan lain untuk kedua kalinya di alam akhirat, agar ia hidup selama-lamanya. Telah kita ketahui pula bahwa kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang hakiki dan sejati, sehingga dunia ini tidak layak untuk disebut sebagai kehidupan bila dibandingkan dengan kehidupan akhirat.

Kini, tiba saatnya kita membahas relasi antara kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrawi, dan memberikan batasan jenis relasi itu. Meskipun jenis relasi ini telah jelas pada batasan tertentu melalui pembahasan yang telah lalu. Akan tetapi, menilik sebagian pandangan yang menyimpang dalam bidang ini, selayaknya kita harus lebih banyak memahami tema ini, dan kita akan membahasnya lebih dalam lagi agar kita dapat mengetahui relasi antara dunia dan akhirat melalui dalil akal dan dalil wahyu.

Dunia Sebagai Lahan Akhirat

Pertama yang perlu ditekankan adalah bahwa kebahagiaan dan kesengsaraan ukhrawi itu tergantung kepada perbuatan manusia di dunia ini. Maka itu, tidak mungkin seseorang akan memperoleh kenikmatan ukhrawi dengan cara berusaha keras di alam akhirat itu sendiri, dimana setiap orang yang tubuhnya lebih kuat dan pemikirannya akan lebih cerdas dapat menyiapkan bekal kenikmatan di alam tersebut, atau bagi sebagian penipu yang dapat menggunakan cara muslihatnya akan dapat menguasai hasil jerih-payah orang lain di alam tersebut. Sebagaimana dugaan sebagian manusia, bahwa alam akhirat merupakan alam tersendiri; yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan alam dunia.

Al-Qur’an menukil sebagian kisah kaum kafir:

“Dan aku tidak mengira bahswasannya hari kiamat itu tidak akan terjadi dan sekiranya aku ini dikembalkikan kepada Tuhanku, maka aku akan dapati kebaikan itu terbalik.” (QS. Al-Kahfi: 36)

“Dan aku tidak mengira bahwasannya hari kiamat itu akan terjadi, dan sekiranya aku ini dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya aku memiliki kebajikan disisi-Nya.” (QS. Fushshilat: 50)

Mereka menduga akan memperoleh kenikmatan yang melimpah di alam akhirat dengan jalan mengerahkan segenap tenaga mereka di alam tersebut, atau menduga bahwa kenikmatan yang mereka peroleh di dunia ini menunjukkan adanya kasih sayang Ilahi yang khusus terhadap diri mereka, dan di akhirat kelak kasih sayang tersebut akan mereka peroleh juga, sebagaimana hal itu mereka peroleh di alam dunia, dengan alasan bahwa sebelumnya mereka telah memperolehnya, yakni di alam dunia.

Jelasnya, seseorang yang percaya bahwa alam akhirat itu merupakan alam yang mandiri dan sama sekali terpisah dari alam dunia, dan amal kebaikan dan keburukan di alam dunia ini tidak berpengaruh pada kenikmatan dan siksa di alam akhirat kelak, ia sama sekali tidak beriman kepada Ma'ad yang merupakan prinsip akidah pada seluruh agama samawi. Sebab, prinsip ini ditopang oleh adanya pahala dan siksa atas amal perbuatan di dunia.

Oleh karena itu, dunia diibaratkan selaksa pasar, tempat jual-beli, berniaga, dan tempat bercocok tanam untuk akhirat. Maka seharusnya bagi setiap manusia mengerahkan segenap potensinya di dunia ini untuk beramal dan bercocok tanam, agar ia memperoleh keuntungan dan hasil yang abadi di akhirat. Inilah yang diperlihatkan oleh dalil-dalil akal Ma'ad dan ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak dijelaskan yang lebih banyak lagi.

Kenikmatan Dunia dan Kebahagiaan Akhirat

Sebagian orang percaya bahwa harta benda, anak-anak, dan sarana kehidupan yang menyenangkan di alam dunia ini akan membuat mereka tentram, damai dan akan memperoleh kenikmatan di akhirat. Barangkali memendam emas, perak, dan permata yang berharga, bahkan juga sebagian bahan makanan, bersama orang yang telah mati adalah akibat dari kepercayaan semacam ini.

Al-Qur’an menekankan bahwa harta benda, dan anak-anak itu sendiri (terlepas dari sikap manusia terhadapnya) tidak menyebabkan dekatnya seseorang kepada Allah, tidak pula sama sekali berpengaruh positif bagi seseorang di alam akhirat kelak. Di alam tersebut akan terputus seluruh hubungan, sebab-sebab dan berbagai ikatan duniawi. Setiap orang akan meninggalkan berbagai kekayaannya dan segala hal yang berhubungan dengannya. Ia akan digiring di hadapan Allah seorang diri. Ketika itu, tidak tersisa lagi ikatan apa pun selain ikatan maknawi dengan Allah SWT.

Maka itu, orang-orang mukmin yang menjalin ikatan dengan istri-istri, putra-putri, dan sanak-kerabat mereka berdasarkan iman akan berkumpul kembali bersama-sama di dalam surga.

Kesimpulannya, ikatan dan hubungan antara dunia dan akhirat bukanlah seperti hubungan dan ikatan antara makhluk di alam dunia ini, tidak pula seperti yang diduga oleh sebagian orang bahwa apabila seseorang di alam dunia ini lebih banyak kekuatan, kelezatan, kenikmatan, kekayaan dan keindahannya, ia akan digiring dalam keadaan yang sama di akhirat nanti. Jika memang demikian, orang seperti Fir’aun dan Qarun akan lebih banyak memperoleh kebahagiaan di alam akhirat. Yang jelas, sebagian orang yang hidupnya di alam dunia ini mengalami kelelahan, kepayahan, dan kesengsaraan, namun hanya karena usahanya melakukan kewajiban-kewajiban Ilahi, mereka itu akan digiring dalam keadaan selamat, mulia, penuh keindahan dan kekuatan, akan memperoleh kenikmatan abadi di alam akhirat kelak.

Sebagian orang-orang yang bodoh mengira bahwa ayat yang berbunyi, “Dan barang siapa yang buta di alam dunia ini, maka di alam akhirat pun ia akan buta dan sesat dari jalan yang benar.” (QS. Al-Isra': 72) mengandung hubungan positif. Arti-nya, keselamatan dan kenikmatan duniawi melazimkan keselamatan dan kenikmatan akhirat. Mereka lalai bahwa maksud dari “buta” di dalam ayat ini bukan berarti buta lahiriyah, akan tetapi “buta mata hati”, sebagaimana disinggung dalam ayat lain, “Sesungguhnya pandangan mata itu tidak buta, akan tetapi yang buta adalah pandangan hati yang ada di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)

Di ayat lain, Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang berpaling dari mengingat Kami maka ia akan mengalami kehidupan yang sempit dan akan Kami bangkitkan di hari kiamat dalam keadaan buta. Ia berkata, 'Wahai Tuhanku, mengapa Engkau bangkitkan kami dalam keadaan buta, Padahal sebelumnya aku melihat?' Kemudian Dia berfirman, 'Demikianlah ketika datang ayat-ayat Kami, kemudian engkau melupakannya dan demikian pula engkau pada hari ini dilupakan.” (QS. Thaha: 124-126)

Jadi, sebab kebutaan di alam tersebut lantaran melupakan ayat-ayat Ilahi di dunia ini, bukan karena buta mata di kepala. Dengan demikian, hubungan antara dunia dan akhirat bukanlah hubungan antara sebab-sebab dunia, akan tetapi suatu bentuk hubungan yang khas.

Kenikmatan Duniawi tidak Berarti Kesengsaraan Ukhrawi.

Sebagian orang malah percaya bahwa ada hubungan terbalik antara kenikmatan-kenikmatan dunia dan kenikmatan-kenikmatan akhirat, yaitu bahwa orang-orang yang akan memperoleh kebahagian akhirat adalah mereka yang tidak mendapatkan kenikmatan dunia. Begitu pula sebaliknya, yaitu mereka yang memperoleh kenikmatan dunia yang melimpah ruah, tidak akan memperoleh kebahagiaan akhirat.

Sehubungan dengan ini, mereka menggunakan sebagian ayat Al-Qur’an dan riwayat-riwayat yang menunjukkan bahwa penyembah dunia tidak akan mendapatkan keuntungan apapun di akhirat. Mereka lalai bahwa mencari dunia dan terikat olehnya tidak berarti memenuhi kenikmatan dunia. Tetapi sesungguhnya "pencari dunia" adalah orang yang menjadikan kenikmatan duniawi sebagai tujuan utama usaha dan perbuatannya. Dan mereka telah mengerahkan segenap wujudnya untuk memperoleh kelezatan tersebut walaupun secara faktual mereka belum memperolehnya.

Adapun "pencari akhirat" adalah orang yang hatinya tidak terikat sedikit pun oleh kesenangan-kesenangan duniawi, tujuan hidupnya hanyalah akhirat, meskipun mereka banyak memperoleh kenikmatan-kenikmatan dunia, seperti Nabi Sulaiman as dan para wali Allah as, dimana mereka memperoleh kenikmatan-kenikmatan dunia yang begitu banyak, tetapi mereka menggunakannya untuk mencari kebahagiaan akhirat dan keridhaan Allah SWT.

Oleh sebab itu, tidak ada kelaziman antara memperoleh kenikmatan-kenikmatan duniawi dan meraih kenikmatan-kenikmatan ukhrawi, Sebagaimana pula tidak ada hubungan negatif antara keduanya. Akan tetapi kenikmatan-kenikmatan duniawi itu, demikian pula halnya dengan bencana-bencana duniawi, telah ditebarkan di tengah umat manusia berdasarkan pengaturan Ilahi yang bijak. Semua itu Allah jadikan sebagai sarana untuk menguji umat manusia. Memperoleh atau tidak kenikmatan dunia yang melimpah tidaklah menunjukkan dekat-dekatnya seseorang kepada rahmat Ilahi, tidak juga menjanjikan kebahagiaan ataupun kesengsaraan di akhirat.

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembahasan ini ialah bahwa mengingkari hubungan antara dunia dan akhirat sama dengan mengingkari prinsip Ma'ad. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa meyakini adanya hubungan antara kenikmatan dunia dan kenikmatan akhirat, sebagaimana pula tidak adanya hubungan antara kenikmatan dunia dan siksa akhirat, ataupun sebaliknya.

Secara umum dapat dikatakan bahwa hubungan antara dunia dan akhirat bukanlah semacam hubungan antara makhluk-makhluk dunia yang tunduk kepada hukum-hukum fisika dan biologi. Bahkan, yang menyebabkan kebahagiaan atau siksa akhirat itu adalah usaha manusia itu sendiri secara bebas di dunia ini. Usaha ini tidak berarti hanya mengerahkan segenap tenaga dan kemampuan serta menciptakan sebagian perubahan pada hal-hal yang bersifat materi. Akan tetapi, keluarnya tenaga dan usaha itu dilihat dari sisi keimanan atau kekufuran pelakunya.

Inilah yang ditunjukkan ratusan ayat Al-Qur’an yang menekankan bahwa kebahagiaan akhirat itu bergantung pada iman seseorang kepada Allah, Hari Kiamat, para nabi dan mengamalkan berbagai perbuatan yang diridai Allah SWT. seperti: shalat, puasa, jihad, infak, berbuat ihsan (kebaikan) kepada hamba Allah, amar makruf dan nahi munkar, memberantas kekafiran, kejahatan, dan orang-orang zalim, serta menegakkan keadilan.

Al-Qur’an juga menekankan bahwa bencana dan siksa abadi itu disebabkan oleh kekafiran, kesyirikan, kemunafikan, pengingkaran atas Hari Kiamat dan para nabi, serta berbagai maksiat dan kezaliman. Banyak pula ayat yang menekankan secara global bahwa faktor kebahagiaan akhirat itu adalah iman dan amal saleh. Sedang faktor kesengsaraan yang abadi adalah kekafiran dan maksiat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar