" Assalammu'alaikum Wr. Wb. "

" Assalammu'alaikum Wr. Wb. "..." Segala Puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Shalawat serta salam selalu tercurah keharibaan Rasululloh SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan umatnya hingga akhir jaman. Salam Sejahtera dari Keluarga Besar Puji Setiyono " " Semoga Allah selalu mencurahkan kepada Kita Rahmat, Taufiq, Hidayah, Karunia dan Rejeki-NYA serta meningkatkan Iman Taqwa dan Ibadah serta memberi jalan yang terang. " " Bagi yang saat ini sedang sakit semoga segera sembuh, bagi yang sedang dalam kesulitan, semoga segera memperoleh jalan keluar terbaik, lepas dari kesulitannya ". " Tiada yang lebih Indah di Dunia ini selain Jalinan Persaudaraan dan Kasih Sayang, Terimalah blooger (Jalan Menuju Sukses Dunia & Akhirat) Puji Setiyono' ini sebagai Tanda Kasih Sayang dan Jalinan Persaudaraan Kami untukmu Wahai Saudaraku. " " Semoga dengan membaca isi blooger ini, memperoleh khazanah Ilmu yang bermanfaat untuk Dunia dan Akhirat, karena dengan mambacalah, Hikmah itu terkuak, yang kemudian Kita amalkan untuk menuai berbagai Kebajikan dan Kemuliaan disisi Allah SWT. " " Yaa Allah, Anugerahkanlah kepada Kami Ilmu-MU, Rejeki-MU,RahkmatMu, yang tiada habis2nya dan berguna untuk Kehidupan Kami di Dunia ini menuju Syurga-MU, ……“”Amiin””……

Senin, 21 Februari 2011

Ujian ALLAH SWT pada titik lemah kita

Allah Swt akan senantiasa menguji kita pada titik terlemah kita. Sampai kita berhasil memperbaiki kelemahan itu.
Diantara kita mungkin pernah mengalami suatu pemasalahan yang sama dalam waktu yang berbeda. Dan tak jarang diantara kita berkata, "Kok saya selalu dihadapkan oleh masalah yang sama sich, masalah ini terus, ga da beres- beresnya. Kapan saya bisa melewatinya...."
Selalu dihadapkan oleh masalah krisis ekonomi,
hubungan dengan lawan jenis, sekolah/ kuliah yang tidak beres, hubungan dengan keluarga, dan masalah-masalah lainnya. Sepertinya tidak bijak kalau kita menyebut "masalah", kita ganti dengan istilah cobaan/ujian karena pada hakikatnya itu datang dari Allah Swt, dan supaya pikiran kita tidak menangkap energi negatif dengan kata "masalah".
Nah itulah hidup, kita akan selalu dihadapkan pada ujian satu dan beralih pada ujian baru ketika satu ujian telah kita selesaikan dengan cara kita.
Seperti seorang murid yang mendapatkan ujian dari gurunya terhadap matapelajaran yang telah dia ajarkan. Murid tersebut akan lulus jika jawabannya benar dan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh gurunya.
Dan sebaliknya, jika tidak lulus, gurunya akan memberikan ujian perbaikan "her" agar bisa lulus dan naik kelas. Matapelajaran yang diujikan sama tapi mungkin soal- soalnya saja yang sedikit ada perbedaan.
Nah seperti itulah analogi ujian kehidupan yang diberikan Allah kepada kita.
Allah Swt akan memberikan ujian yang sama kepada kita sampai kita benar-benar dianggap lulus oleh Allah Swt dan layak dinaikkan derajatnya. Kalau kita mau renungkan, itu adalah bentuk kasih sayang Allah Swt kepada kita. Seperti seorang guru yang sayang pada muridnya, ia bersedia memberikan kesempatan kedua agar muridnya lulus, tidak membiarkannya tertinggal.
Tentunya kasih sayang Allah Swt jauh lebih besar terhadap hamba- Nya. Dia ingin, saat kita mendapat ujian yang lebih berat/besar lagi kita sudah siap dan akan melaluinya dengan baik pula. Dan tentunya kita tidak meninggalkan ujian yang nilainya buruk dihadapan Allah Swt.
Semua ujian darinya adalah untuk menguji tingkat keimanan kita sebagai makhluk- Nya.
Apakah kita mampu bertahan dan melaluinya dengan cara terbaik dan sesuai dengan yang disyariatkan oleh-Nya. Tidak mengeluh dan berkeluh kesah. Seharusnya dengan ujian itu menjadikan kita lebih dekat kepada-Nya, memohon bantuan kepada-Nya karena Dia lah yang memberikan ujian dan Dia pulalah yang akan membantu kita menyelesaikannya.
Keyakinan kita akan kemampuan kita (dilandasi keyakinan kepada Allah) dalam menyelesaikan ujian akan sangat membantu kita untuk melalui semua ujian kehidupan ini. Karena "Allah Swt sesuai dengan prasangka hamba- Nya" dan Kita adalah apa yang kita pikirkan. Ada masalah/ujian/co baan Insya Allah pasti ada solusinya. Ujian dari Allah, solusinya juga datang dari Allah. Tinggal kita saja mau atau tidak berusaha mencari solusi itu.
Tidak berdiam diri menunggu sang solusi datang begitu saja!!!

Have a day full of smiles, good work and love!
Because Smile is the Melody of the Soul. Work is the Service of the Spirit and Love is the Gift of the heart.

《》※々※《》

Teruslah bergerak
Hingga KELELAHAN itu LELAH mengikutimu.
Teruslah berlari
Hingga KEBOSANAN itu BOSAN mengejarmu.
Teruslah berjalan
Hingga KELETIHAN itu LETIH bersamamu.
Teruslah bertahan
Hingga KEFUTURAN itu FUTUR menyertaimu
Teruslah berjaga
Hingga KELESUAN itu LESU menemanimu.
(Alm. Ust. Rahmat Abdullah)
Semoga Allah meridhai perjuangan ini, dan memberikan yang terbaik.
Allahumma yassir wala tu'asir.
Bismillah, tawakaltu 'alallaah
laa hawlaa walaa quwwata ilaa billaah..

Surat Sayang Dari ALLAH SWT

Surat Sayang Dari ALLAH SWT

Saat kau bangun pagi hari, AKU memandangmu dan berharap engkau akan
berbicara kepada KU, walaupun hanya sepatah kata meminta pendapatKU atau
bersyukur kepada KU atas sesuatu hal yang indah yang terjadi dalam
hidupmu hari ini atau kemarin……
Tetapi AKU melihat engkau begitu sibuk mempersiapkan diri untuk pergi bekerja …….

AKU kembali menanti saat engkau sedang bersiap, AKU tahu akan ada
sedikit waktu bagimu untuk berhenti dan menyapaKU,tetapi engkau terlalu sibuk ………
Disatu tempat, engkau duduk disebuah kursi selama lima belas menit tanpa
melakukan apapun. Kemudian AKU melihat engkau menggerakkan kakimu. AKU
berfikir engkau akan berbicara kepadaKU tetapi engkau berlari ke telephone dan menghubungi seorang teman untuk mendengarkan kabar terbaru.

AKU melihatmu ketika engkau pergi bekerja dan AKU menanti dengan sabar
sepanjang hari. Dengan semua kegiatanmu AKU berfikir engkau terlalu
sibuk mengucapkan sesuatu kepadaKU.

Sebelum makan siang AKU melihatmu memandang sekeliling, mungkin
engkau merasa malu untuk berbicara kepadaKU, itulah sebabnya mengapa
engkau tidak menundukkan kepalamu. Engkau memandang tiga atau empat meja sekitarmu dan melihat beberapa temanmu berbicara dan menyebut namaKU dengan lembut sebelum menyantap rizki yang AKU berikan, tetapi engkau tidak melakukannya …….
masih ada waktu yang tersisa dan AKU berharap engkau akan berbicara
kepadaKU, meskipun saat engkau pulang kerumah kelihatannya seakan- akan
banyak hal yang harus kau kerjakan.

Setelah tugasmu selesai, engkau menyalakan TV, engkau menghabiskan
banyak waktu setiap hari didepannya, tanpa memikirkan apapun dan hanya
menikmati acara yg ditampilkan. Kembali AKU menanti dengan sabar saat
engkau menonton TV dan menikmati makananmu tetapi kembali kau tidak
berbicara kepadaKU ………

Saat tidur, KU pikir kau merasa terlalu lelah. Setelah mengucapkan selamat malam kepada keluargamu, kau melompat ketempat tidur dan tertidur tanpa sepatahpun namaKU, kau sebut.

Engkau menyadari bahwa AKU selalu hadir untukmu. AKU telah bersabar lebih lama dari yang kau sadari. AKU bahkan ingin mengajarkan bagaimana bersabar terhadap orang lain.
AKU sangat menyayangimu, setiap hari AKU menantikan sepatah kata, do’a, pikiran atau syukur dari hatimu.

Keesokan harinya …… engkau bangun kembali dan kembali AKU menanti
dengan penuh kasih bahwa hari ini kau akan memberiku sedikit waktu untuk
menyapaKU …….Tapi yang KU tunggu …….. tak kunjung tiba …… tak juga kau menyapaKU.


Subuh …….. Dzuhur ……. Ashyar ……….Magrib ……… Isya dan Subuh kembali, kau masih mengacuhkan AKU…..tak ada sepatah kata, tak ada seucap do’a, dan tak ada rasa, tak ada harapan dan keinginan untuk bersujud kepadaKU………

Apa salahKU padamu …… wahai UmmatKU?????
Rizki yang KU limpahkan, kesehatan yang KU berikan, harta yang KU
relakan, makanan yang KU hidangkan, anak-anak yang KUrahmatkan, apakah
hal itu tidak membuatmu ingat kepadaKU …………!!!!!!!

Percayalah AKU selalu mengasihimu, dan AKU tetap berharap suatu saat
engkau akan menyapa KU, memohon perlindungan KU, bersujud menghadap KU
…… Yang selalu menyertaimu setiap saat ……..
(Yeni Kurniawi)

Kamis, 17 Februari 2011

Bersyukur Atas Nikmat Allah

Sesungguhnya, segala sesuatu di dunia ini hanyalah cobaan bagi seluruh umat manusia. Kesusahan dan kemudahan, kemiskinan dan kekayaan, harta dan ilmu, nikmat dan musibah, pada hakikatnya hanyalah ujian yang diberikan oleh Allah swt kepada para hamba-Nya. Barang siapa yang mampu bersyukur dan bersabar, maka merekalah yang niscaya termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung. Namun barang siapa yang kufur serta selalu mengikuti nafsu dan emosi semata, maka niscaya merekalah yang berada dalam kumpulan orang-orang yang merugi.

Nikmat dan musibah, kesusahan dan kesenangan, tidak lain adalah sama-sama ujian yang akan terus mewarnai kehidupan manusia. Tidak akan ada satu manusia pun di dunia ini yang terbebas dari yang namanya ujian. Karena, dengan ujian itulah maka manusia dapat menjadi makhluk yang sesuai dengan fitrahnya. Tanpa ujian, maka niscaya manusia akan terjerumus dalam liang kehinaan.

Seandainya nikmat itu bukanlah satu bentuk ujian, maka tidak akan ada manusia yang akan bersyukur kepada Allah swt dan berbagi dengan sesamanya. Jika musibah bukanlah satu ujian, maka tidak akan ada manusia yang akan membantu manusia lainnya, tidak akan ada manusia yang akan bersabar atas musibah yang menimpanya, dan tidak akan ada manusia yang mau beribadah di tengah musibah yang menimpanya.

“Berbagai ujian” , itulah yang kelak akan menghantarkan manusia ke dalam naungan dan rahmat Allah swt. Namun demikian, “berbagai ujian” itu pulalah yang nanti juga banyak menghantarkan manusia ke dalam siksa api neraka. Di sinilah pentingnya memahami dan terus mengaplikasikan rasa syukur dan sabar atas segala apa yang diberikan dan diambil oleh Allah swt.

Nikmat adalah salah satu bentuk ujian yang akan membawa manusia memperoleh derajat yang lebih tinggi, di dunia dan di akhirat. Namun sangat disayangkan, ternyata nikmat juga merupakan salah satu bentuk ujian Allah swt bagi hamba-Nya yang justru banyak melalaikan mereka dari mengingat dan taat kepada Allah swt. Nikmat yang telah Allah swt tebarkan di muka bumi, justru telah membuat banyak manusia semakin menjauh dan kufur kepada Allah swt. Mereka lupa bahwa sesungguhnya segala bentuk nikmat yang telah mereka dapatkan adalah berasal dari Allah swt. Mereka menganggap, segala yang telah mereka miliki adalah hasil jerih payah mereka sendiri, semata karena kepandaian mereka sendiri. Dalam hal ini Allah swt telah berfirman di dalam Al Quran, yang artinya:

“Dan jika kami melimpahkan kepadanya sesuatu rahmat dari kami, sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata ” ini adalah hakku”. (QS. Fushshilat: 50).

“(Qarun) berkata: sesungguhnya aku diberi harta kekayaan ini, tiada lain kerana ilmu yang ada padaku”. (QS. Al Qashash: 78)

Betapa kedua ayat di atas menunjukkan bahwa nikmat Allah swt itu merupakan satu bentuk ujian yang jika kita tidak dapat menyikapinya dengan rasa syukur, justru akan menjebloskan kita ke dalam lubang kekufuran.

Ada sebuah riwayat yangmenceritakan tentang tiga orang dari bani Israil yang mendapatkan nikmat dan ujian dari Allah swt. Ketiga orang tersebut merupakan penderita penyakit kusta, orang buta, dan orang yang berkepala botak permanen. Berikut ini kami sajikan kisah ketiga orang tersebut yang terdapat di dalam salah satu hadits Nabi saw.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahawa ia mendengar Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya ada tiga orang dari bani Israil, yaitu: penderita penyakit kusta, orang berkepala botak, dan orang buta. Kemudian Allah swt ingin menguji mereka bertiga, maka diutuslah kepada mereka seorang malaikat.

Maka datanglah malaikat itu kepada orang pertama yang menderita penyakit kusta dan bertanya kepadanya: “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?”, ia menjawab: “Rupa yang bagus, kulit yang indah, dan penyakit yang menjijikan ramai orang ini hilang dari diriku”. Maka diusaplah orang tersebut, dan hilanglah penyakit itu, serta diberilah ia rupa yang bagus, kulit yang indah, kemudian malaikat itu bertanya lagi kepadanya: “Lalu kekayaan apa yang paling kamu senangi?”, ia menjawab: “unta atau sapi”, maka diberilah ia seekor unta yang sedang bunting, dan ia pun didoakan: “Semoga Allah swt memberikan berkah-Nya kepadamu dengan unta ini.”

Kemudian Malaikat tadi mendatangi orang kepalanya botak, dan bertanya kepadanya: “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?”, ia menjawab: “Rambut yang indah, dan apa yang menjijikan dikepalaku ini hilang”, maka diusaplah kepalanya, dan seketika itu hilanglah penyakitnya, serta diberilah ia rambut yang indah, kemudian melaikat tadi bertanya lagi kepadanya: “Harta apakah yang kamu senangi?”. ia menjawab: “sapi atau unta”, maka diberilah ia seekor sapi yang sedang bunting, seraya didoakan: ” Semoga Allah swt memberkahimu dengan sapi ini.”

Kemudian melaikat tadi mendatangi orang yang buta, dan bertanya kepadanya: “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?”, ia menjawab: ”Semoga Allah swt berkenan mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat melihat orang”, maka diusaplah wajahnya, dan seketika itu dikembalikan oleh Allah swt penglihatannya, kemudian melaikat itu bertanya lagi kepadanya: “Harta apakah yang paling kamu senangi?”, ia menjawab: “kambing”, maka diberilah ia seekor kambing yang sedang bunting.

Lalu berkembang biaklah unta, sapi dan kambing tersebut, sehingga yang pertama memiliki satu lembah unta, yang kedua memiliki satu lembah sapi, dan yang ketiga memiliki satu lembah kambing.

Sabda Nabi saw berikutnya:

Kemudian datanglah malaikat itu kepada orang yang sebelumnya menderita penyakit kusta, dengan menyerupai dirinya disaat ia masih dalam keadaan berpenyakit kusta, dan berkata kepadanya: “Aku seorang miskin, telah terputus segala jalan bagiku (untuk mencari rizki) dalam perjalananku ini, sehingga tidak akan dapat meneruskan perjalananku hari ini kecuali dengan pertolongan Allah swt, kemudian dengan pertolongan anda. Demi Allah yang telah memberi anda rupa yang tampan, kulit yang indah, dan kekayaan yang banyak ini, aku minta kepada anda satu ekor unta saja untuk bekal meneruskan perjalananku”, tetapi permintaan ini ditolak dan dijawab: “Hak hak (tanggunganku) masih banyak”, kemudian malaikat tadi berkata kepadanya: “Sepertinya aku pernah mengenal anda, bukankah anda ini dulu orang yang menderita penyakit lepra, yang mana orangpun sangat jijik melihat anda, lagi pula anda orang yang miskin, kemudian Allah swt memberikan kepada anda harta kekayaan?”, dia malah menjawab:

“Harta kekayaan ini warisan dari nenek moyangku yang mulia lagi terhormat”, maka malaikat tadi berkata kepadanya: “jika anda berkata dusta niscaya Allah swt akan mengembalikan anda kepada keadaan anda semula”.

Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang sebelumnya berkepala botak, dengan menyerupai dirinya disaat masih botak, dan berkata kepadanya sebagaimana ia berkata kepada orang yang pernah menderita penyakita lepra, serta ditolaknya pula permintaanya sebagaimana ia ditolak oleh orang yang pertama. Maka malaikat itu berkata: “jika anda berkata bohong niscaya Allah swt akan mengembalikan anda seperti keadaan semula”.

Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang sebelumnya buta, dengan menyerupai keadaannya dulu disaat ia masih buta, dan berkata kepadanya: “Aku adalah orang yang miskin, yang kehabisan bekal dalam perjalanan, dan telah terputus segala jalan bagiku (untuk mencari rizki) dalam perjalananku ini, sehingga kau tidak dapat lagi meneruskan perjalananku hari ini, kecuali dengan pertolongan Allah swt kemudian pertolongan anda. Demi Allah yang telah mengembalikan penglihatan anda, aku minta seekor kambing saja untuk bekal melanjutkan perjalananku”. Maka orang itu menjawab: “Sungguh aku dulunya buta, lalu Allah swt mengembalikan penglihatanku. Maka ambillah apa yang anda sukai, dan tinggalkan apa yang tidak anda sukai. Demi Allah, saya tidak akan mempersulit anda dengan mengembalikan sesuatu yang telah anda ambil kerana Allah”. Maka malaikat tadi berkata: ” Peganglah harta kekayaan anda, kerana sesungguhnya engkau ini hanya diuji oleh Allah swt, Allah swt telah ridho kepada anda, dan murka kepada kedua teman anda”. (HR. Bukhori dan Muslim)

Demikian Rasulullah saw mengisahkan di dalam haditsnya yang cukup panjang. Jika ketiga orang lelaki di atas mengerti bahwa hakikat dari nikmat adalah ujian dari Allah swt, tentu saja mereka akan bersyukur, terjaga dari kufur, serta terhindar dari membanggakan diri dan melupakan Allah swt sebagai Sang pemberi nikmat yang Maha Tunggal. Jika mereka memahami bahwa nikmat merupakan salah satu bentuk ujian Allah swt kepada hamba-Nya, yang akan dimintai pertanggung jawabannya,niscaya mereka akan bersyukur dan terhindar dari kikir dan bakhil, sehingga mereka semua akan mendapat ridho dari Allah swt.

Semoga artikel singkat dan riwayat yang penuh dengan hikmah ini dapat menjadi pembuka hati kita semua, sehingga dapat menjadi makhluk yang senantiasa bersyukur kepada Allah swt di setiap waktu. Amin.

www.syahadat.com

Kaitan Dunia dengan Akhirat

Kaitan Dunia dengan Akhirat

Telah kita ketahui bahwa kehidupan manusia tidak terbatas hanya pada kehidupan duniawi yang semu dan sementara saja, akan tetapi ia akan dikembalikan lagi ke kehidupan lain untuk kedua kalinya di alam akhirat, agar ia hidup selama-lamanya. Telah kita ketahui pula bahwa kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang hakiki dan sejati, sehingga dunia ini tidak layak untuk disebut sebagai kehidupan bila dibandingkan dengan kehidupan akhirat.

Kini, tiba saatnya kita membahas relasi antara kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrawi, dan memberikan batasan jenis relasi itu. Meskipun jenis relasi ini telah jelas pada batasan tertentu melalui pembahasan yang telah lalu. Akan tetapi, menilik sebagian pandangan yang menyimpang dalam bidang ini, selayaknya kita harus lebih banyak memahami tema ini, dan kita akan membahasnya lebih dalam lagi agar kita dapat mengetahui relasi antara dunia dan akhirat melalui dalil akal dan dalil wahyu.

Dunia Sebagai Lahan Akhirat

Pertama yang perlu ditekankan adalah bahwa kebahagiaan dan kesengsaraan ukhrawi itu tergantung kepada perbuatan manusia di dunia ini. Maka itu, tidak mungkin seseorang akan memperoleh kenikmatan ukhrawi dengan cara berusaha keras di alam akhirat itu sendiri, dimana setiap orang yang tubuhnya lebih kuat dan pemikirannya akan lebih cerdas dapat menyiapkan bekal kenikmatan di alam tersebut, atau bagi sebagian penipu yang dapat menggunakan cara muslihatnya akan dapat menguasai hasil jerih-payah orang lain di alam tersebut. Sebagaimana dugaan sebagian manusia, bahwa alam akhirat merupakan alam tersendiri; yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan alam dunia.

Al-Qur’an menukil sebagian kisah kaum kafir:

“Dan aku tidak mengira bahswasannya hari kiamat itu tidak akan terjadi dan sekiranya aku ini dikembalkikan kepada Tuhanku, maka aku akan dapati kebaikan itu terbalik.” (QS. Al-Kahfi: 36)

“Dan aku tidak mengira bahwasannya hari kiamat itu akan terjadi, dan sekiranya aku ini dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya aku memiliki kebajikan disisi-Nya.” (QS. Fushshilat: 50)

Mereka menduga akan memperoleh kenikmatan yang melimpah di alam akhirat dengan jalan mengerahkan segenap tenaga mereka di alam tersebut, atau menduga bahwa kenikmatan yang mereka peroleh di dunia ini menunjukkan adanya kasih sayang Ilahi yang khusus terhadap diri mereka, dan di akhirat kelak kasih sayang tersebut akan mereka peroleh juga, sebagaimana hal itu mereka peroleh di alam dunia, dengan alasan bahwa sebelumnya mereka telah memperolehnya, yakni di alam dunia.

Jelasnya, seseorang yang percaya bahwa alam akhirat itu merupakan alam yang mandiri dan sama sekali terpisah dari alam dunia, dan amal kebaikan dan keburukan di alam dunia ini tidak berpengaruh pada kenikmatan dan siksa di alam akhirat kelak, ia sama sekali tidak beriman kepada Ma'ad yang merupakan prinsip akidah pada seluruh agama samawi. Sebab, prinsip ini ditopang oleh adanya pahala dan siksa atas amal perbuatan di dunia.

Oleh karena itu, dunia diibaratkan selaksa pasar, tempat jual-beli, berniaga, dan tempat bercocok tanam untuk akhirat. Maka seharusnya bagi setiap manusia mengerahkan segenap potensinya di dunia ini untuk beramal dan bercocok tanam, agar ia memperoleh keuntungan dan hasil yang abadi di akhirat. Inilah yang diperlihatkan oleh dalil-dalil akal Ma'ad dan ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak dijelaskan yang lebih banyak lagi.

Kenikmatan Dunia dan Kebahagiaan Akhirat

Sebagian orang percaya bahwa harta benda, anak-anak, dan sarana kehidupan yang menyenangkan di alam dunia ini akan membuat mereka tentram, damai dan akan memperoleh kenikmatan di akhirat. Barangkali memendam emas, perak, dan permata yang berharga, bahkan juga sebagian bahan makanan, bersama orang yang telah mati adalah akibat dari kepercayaan semacam ini.

Al-Qur’an menekankan bahwa harta benda, dan anak-anak itu sendiri (terlepas dari sikap manusia terhadapnya) tidak menyebabkan dekatnya seseorang kepada Allah, tidak pula sama sekali berpengaruh positif bagi seseorang di alam akhirat kelak. Di alam tersebut akan terputus seluruh hubungan, sebab-sebab dan berbagai ikatan duniawi. Setiap orang akan meninggalkan berbagai kekayaannya dan segala hal yang berhubungan dengannya. Ia akan digiring di hadapan Allah seorang diri. Ketika itu, tidak tersisa lagi ikatan apa pun selain ikatan maknawi dengan Allah SWT.

Maka itu, orang-orang mukmin yang menjalin ikatan dengan istri-istri, putra-putri, dan sanak-kerabat mereka berdasarkan iman akan berkumpul kembali bersama-sama di dalam surga.

Kesimpulannya, ikatan dan hubungan antara dunia dan akhirat bukanlah seperti hubungan dan ikatan antara makhluk di alam dunia ini, tidak pula seperti yang diduga oleh sebagian orang bahwa apabila seseorang di alam dunia ini lebih banyak kekuatan, kelezatan, kenikmatan, kekayaan dan keindahannya, ia akan digiring dalam keadaan yang sama di akhirat nanti. Jika memang demikian, orang seperti Fir’aun dan Qarun akan lebih banyak memperoleh kebahagiaan di alam akhirat. Yang jelas, sebagian orang yang hidupnya di alam dunia ini mengalami kelelahan, kepayahan, dan kesengsaraan, namun hanya karena usahanya melakukan kewajiban-kewajiban Ilahi, mereka itu akan digiring dalam keadaan selamat, mulia, penuh keindahan dan kekuatan, akan memperoleh kenikmatan abadi di alam akhirat kelak.

Sebagian orang-orang yang bodoh mengira bahwa ayat yang berbunyi, “Dan barang siapa yang buta di alam dunia ini, maka di alam akhirat pun ia akan buta dan sesat dari jalan yang benar.” (QS. Al-Isra': 72) mengandung hubungan positif. Arti-nya, keselamatan dan kenikmatan duniawi melazimkan keselamatan dan kenikmatan akhirat. Mereka lalai bahwa maksud dari “buta” di dalam ayat ini bukan berarti buta lahiriyah, akan tetapi “buta mata hati”, sebagaimana disinggung dalam ayat lain, “Sesungguhnya pandangan mata itu tidak buta, akan tetapi yang buta adalah pandangan hati yang ada di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)

Di ayat lain, Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang berpaling dari mengingat Kami maka ia akan mengalami kehidupan yang sempit dan akan Kami bangkitkan di hari kiamat dalam keadaan buta. Ia berkata, 'Wahai Tuhanku, mengapa Engkau bangkitkan kami dalam keadaan buta, Padahal sebelumnya aku melihat?' Kemudian Dia berfirman, 'Demikianlah ketika datang ayat-ayat Kami, kemudian engkau melupakannya dan demikian pula engkau pada hari ini dilupakan.” (QS. Thaha: 124-126)

Jadi, sebab kebutaan di alam tersebut lantaran melupakan ayat-ayat Ilahi di dunia ini, bukan karena buta mata di kepala. Dengan demikian, hubungan antara dunia dan akhirat bukanlah hubungan antara sebab-sebab dunia, akan tetapi suatu bentuk hubungan yang khas.

Kenikmatan Duniawi tidak Berarti Kesengsaraan Ukhrawi.

Sebagian orang malah percaya bahwa ada hubungan terbalik antara kenikmatan-kenikmatan dunia dan kenikmatan-kenikmatan akhirat, yaitu bahwa orang-orang yang akan memperoleh kebahagian akhirat adalah mereka yang tidak mendapatkan kenikmatan dunia. Begitu pula sebaliknya, yaitu mereka yang memperoleh kenikmatan dunia yang melimpah ruah, tidak akan memperoleh kebahagiaan akhirat.

Sehubungan dengan ini, mereka menggunakan sebagian ayat Al-Qur’an dan riwayat-riwayat yang menunjukkan bahwa penyembah dunia tidak akan mendapatkan keuntungan apapun di akhirat. Mereka lalai bahwa mencari dunia dan terikat olehnya tidak berarti memenuhi kenikmatan dunia. Tetapi sesungguhnya "pencari dunia" adalah orang yang menjadikan kenikmatan duniawi sebagai tujuan utama usaha dan perbuatannya. Dan mereka telah mengerahkan segenap wujudnya untuk memperoleh kelezatan tersebut walaupun secara faktual mereka belum memperolehnya.

Adapun "pencari akhirat" adalah orang yang hatinya tidak terikat sedikit pun oleh kesenangan-kesenangan duniawi, tujuan hidupnya hanyalah akhirat, meskipun mereka banyak memperoleh kenikmatan-kenikmatan dunia, seperti Nabi Sulaiman as dan para wali Allah as, dimana mereka memperoleh kenikmatan-kenikmatan dunia yang begitu banyak, tetapi mereka menggunakannya untuk mencari kebahagiaan akhirat dan keridhaan Allah SWT.

Oleh sebab itu, tidak ada kelaziman antara memperoleh kenikmatan-kenikmatan duniawi dan meraih kenikmatan-kenikmatan ukhrawi, Sebagaimana pula tidak ada hubungan negatif antara keduanya. Akan tetapi kenikmatan-kenikmatan duniawi itu, demikian pula halnya dengan bencana-bencana duniawi, telah ditebarkan di tengah umat manusia berdasarkan pengaturan Ilahi yang bijak. Semua itu Allah jadikan sebagai sarana untuk menguji umat manusia. Memperoleh atau tidak kenikmatan dunia yang melimpah tidaklah menunjukkan dekat-dekatnya seseorang kepada rahmat Ilahi, tidak juga menjanjikan kebahagiaan ataupun kesengsaraan di akhirat.

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembahasan ini ialah bahwa mengingkari hubungan antara dunia dan akhirat sama dengan mengingkari prinsip Ma'ad. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa meyakini adanya hubungan antara kenikmatan dunia dan kenikmatan akhirat, sebagaimana pula tidak adanya hubungan antara kenikmatan dunia dan siksa akhirat, ataupun sebaliknya.

Secara umum dapat dikatakan bahwa hubungan antara dunia dan akhirat bukanlah semacam hubungan antara makhluk-makhluk dunia yang tunduk kepada hukum-hukum fisika dan biologi. Bahkan, yang menyebabkan kebahagiaan atau siksa akhirat itu adalah usaha manusia itu sendiri secara bebas di dunia ini. Usaha ini tidak berarti hanya mengerahkan segenap tenaga dan kemampuan serta menciptakan sebagian perubahan pada hal-hal yang bersifat materi. Akan tetapi, keluarnya tenaga dan usaha itu dilihat dari sisi keimanan atau kekufuran pelakunya.

Inilah yang ditunjukkan ratusan ayat Al-Qur’an yang menekankan bahwa kebahagiaan akhirat itu bergantung pada iman seseorang kepada Allah, Hari Kiamat, para nabi dan mengamalkan berbagai perbuatan yang diridai Allah SWT. seperti: shalat, puasa, jihad, infak, berbuat ihsan (kebaikan) kepada hamba Allah, amar makruf dan nahi munkar, memberantas kekafiran, kejahatan, dan orang-orang zalim, serta menegakkan keadilan.

Al-Qur’an juga menekankan bahwa bencana dan siksa abadi itu disebabkan oleh kekafiran, kesyirikan, kemunafikan, pengingkaran atas Hari Kiamat dan para nabi, serta berbagai maksiat dan kezaliman. Banyak pula ayat yang menekankan secara global bahwa faktor kebahagiaan akhirat itu adalah iman dan amal saleh. Sedang faktor kesengsaraan yang abadi adalah kekafiran dan maksiat.